Palembang, sumajaku.com – AG (34) warga jalan Dwikora ini merasa kecewa dan dirugikan. Sebab, mantan karyawan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sumatera Selatan (Sumsel) ini mengaku, telah menjadi korban pemecatan sepihak. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dan tanpa diberikan haknya (pesangon red).
Menanggapi hal ini, AG melalui kuasa hukumnya Edy Kurniawan SH MH membenarkan jika kliennya telah menjadi korban PHK sepihak tanpa mendapatkan haknya, katanya saat jumpa pers Selasa (18/09/2018).
“Kita terpaksa harus mengambil langkah hukum, karena belum adanya kesepakatan dalam perundingan bipartit”, katanya.
Kiay Edy Semendawai sapaan akrabnya ini menjelaskan, klien “saya telah di PHK dan kita selaku kuasa hukum telah melakukan upaya perundingan bipartit dengan tujuan untuk meminta Hak – hak normatif akibat dari PHK tersebut”.
Namun, dari pihak BPR Sumsel melalui Direktur Utama Marzuki, Direktur Kepatuhan Hendera dan Direktur Operasional Edi Siswanto, mereka mengatakan, belum bisa memberikan hak normatif klien “saya, baik secara tertulis maupun lisan”, keluhnya.
Secara analisa hukum, pemecatan terhadap klien “saya, cacat hukum dan tidak dan tidak secara prosedural”, tegasnya.
Mantan dewan pakar hukum Partai PKPI ini menjelaskan, idealnya, pihak BPR memproses melalui mekanisme Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI), tanpa mekanisme ini, pihak BPR tidak bisa langsung memberikan surat PHK sepihak begitu saja. Nantinya akan ketahuan, apakah klien “kami telah melakukan kesalahan atau tidak, yang layak untuk di PHK”.
Mirisnya, surat pemecatan PHK No. 081 / KPTS – BPRSS / X / 2017 yang diterima klien “saya ditandatangani oleh staf khusus / ahli gubernur melalui IGB Surya Negara, detournement de pouvoir (melampaui batas kewenangan) bukan oleh direksi BPR”, serta diketahui 7 karyawan sudah mendapatkan Hak – hak PHK normatif sedangkan klien “kita belum mendapatkan haknya, hingga menciderai prinsip keadilan”.
Surat PHK klien saya cacat hukum dan terkesan dipaksakan yang merujuk pasal 103 (1) PP No. 18 tahun 2016 tentang perangkat daerah jo lampiran huruf G permendagri no. 57 tahun 2007 tentang petunjuk teknis penataan organisasi perangkat daerah, dijelaskan tugas staf ahli hanya memberikan rekomendasi terhadap isu, telaahan mengenai masalah pemerintahan tidak boleh mengambil tufoksi dari perangkat daerah.
Hal ini juga dipertegas dalam pasal 98 (1) UU No. 40 tahun 2007 tentang peraeroan terbatas direksilah mewakili peraeroan, baik didalam maupun diluar pengadilan.
Diketahui, klien “saya mantan audit di BPR Sumsel, diduga mengetahui banyak persoalan di BPR”.
Langkah aktivis SPSI ini akan mengajukan gugatan hukum dan melaporkan hal ini ke gubernur serta instansi terkait agar dilakukan audit terhadap BPR.
Mantan Ketua LSM “Libas” ini berharap, rekan Ormas dan LSM dapat memperjuangkan hak hingga menciderai prinsip keadilan dengan melakukan monitoring external terhadap aset daerah, tegasnya.
Sementara, pihak BPR Sumsel melalui Direktur Operasional Edi Siswanto mengaku, “saya tidak enak memberikan komentar”, saat dikonfirmasi diruang kerjanya, ke Direktur Utama saja, kecuali beliau tidak ada, sembari mengarahkan melalui securitynya.
Senada, Direktur Utama Marzuki melalui sekretarisnya, mengatakan bapak sedang rapat. (yn)
No Responses