OLEH : WIWIK DIAN ASTUTI, S.Pd
PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
Kurangnya minat baca di kalangan peserta didik di Indonesia sangatlah memprihatinkan. Kemudahan dalam mengakses informasi melalui gawai dan koneksi internet menjadi salah satu alasan peserta didik mengabaikan kegiatan membaca. Tak jarang peserta didik mampu bertahan berjam-jam dengan gawai yang mereka punya karena banyak hal yang bisa dilakukan dan informasi yang diperoleh lebih akurat dan cepat dibandingkan dengan mencari informasi melalui membaca buku. Oleh karena itu, pengaruh gawai menjadi salah satu dampak negatif yang menyebabkan minat baca peserta didik di sekolah menjadi menurun.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Programme for International Student Assessment (PISA) yang mengevaluasi kemampuan peserta didik berusia 15 tahun, yang meliputi kemampuan membaca, matematika, dan sains, Indonesia berada di peringkat ke 57 dari 65 negara peserta pada tahun 2009, dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493). Pada tahun 2012, peringkat Indonesia menurun ke peringkat 64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496).Pada tahun 2015,kemampuan membaca masyarakatIndonesia belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, walau berada pada posisi ke-62, namun skor kemampuan membaca Indonesia hanya meningkat 1 poin, dari 396 di tahun 2012 menjadi 397 poin di tahun 2015 (OECD, 2015).
Penulis juga melakukan observasi ke beberapa satuan pendidikan dan melakukan wawancara dengan beberapa peserta didik tentang kegiatan membaca dan minat baca. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa salah satu penyebab kurangnya minat baca peserta didik diakibatkan karena sumber buku bacaan yang tidak menarik dan tidak bervariasi di perpustakaan sehingga membosankan saat dibaca dengan santai. Beberapa guru juga berpendapat bahwa kebanyakan kegiatan membaca terjadi dikarenakan peserta didik harus mengerjakan tugas sekolah.
Penyebab lain dari rendahnya minat baca peserta didik adalah media informasi dan hiburan elektronik yang mampu mengalihkan perhatian peserta didik dari kegiatan membaca. Menjelajah di internet lebih mengasyikkan dibandingkan membaca buku-buku pelajaran. Peserta didik sanggup menghabiskan waktu berjam-jam membuka gawai untuk mengakses sosial media, seperti Facebook, Instagram, menonton video di Youtube, atau bermain permainan daring (online games).
Rendahnya minat baca peserta didik di Indonesia menjadi masalah yang serius dan harus segera dicari solusinya. Kurangnya minat baca peserta didik sangat memprihatinkan karena kemampuan dan keterampilan membaca merupakan dasar bagi pemerolehan pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap peserta didik.Diperlukan berbagai usaha untuk menumbuhkan minat dan budaya baca serta menjadikan tradisi membaca menjadi bagian yang penting yang perlu dieksplorasi dalam kegiatan di sekolah sehingga kesadaran minat baca peserta didik meningkat. Oleh karena itu diperlukan strategi khusus agar kemampuan membaca peserta didik dapat meningkat dengan mengintegrasikan/menindaklanjutiprogram-program yang mampu meningkatkan minat baca peserta didik di sekolah.
Saat ini salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan minat baca peserta didik di Indonesia adalah melalui Gerakan Literasi Sekolah(GLS). GLS bertujuan untuk menumbuhkan sikap budi pekerti luhur kepada anak-anak melalui membaca berbagai materi baca yang berisikan nilai-nilai moral dalam konteks kebangsaan dan kenegaraaan Indonesia seperti nilai-nilai budi pekerti, kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik (Kemendikbud, 2016). Salah satu aspekyang terdapat dalam program GLS tersebut yaitu kewajiban membaca buku bukan pelajaran selama 15 menit sebelum kegiatan belajar dimulai setiap hari di sekolah.
Untuk merealisasikan Gerakan Literasi sekolah (GLS) ini, pihak-pihakyang terlibat, seperti pemerintah, kepala sekolah, pengawas, guru, komite, orang tua/wali murid dan tim-tim Gerakan Literasi Sekolah (GLS)untuk bersinergi dan berkoordinasi menyukseskan GLS ini di sekolah-sekolah di Indonesia.Oleh karena itu, sebagai pemegang dan pembuat kebijakan, pemerintahdapat menyediakan buku-buku bacaan yang menarik dan bervariasi seperti komik, novel dan buku-buku non sastra yang dapat disalurkan ke setiap sekolah di Indonesia. Sumber bacaan yang bervariasi, menarik, mudah dipahami, dan komunikatif akan semakin meningkatkan minat baca peserta didik.
Kepala Sekolah sebagai top manager hendaknya proaktif menggalakkan program literasi di sekolah dengan mengupayakan penyediaan sarana dan prasarana seperti perpustakaan mini di sudut-sudut kelas, buku-buku bacaan sastra dan non sastra, serta suasana yang kondusif sehingga dapat meningkatkan minat baca perserta didik.
Selain itu, guru dapat berperan sebagai motivator untuk memotivasipeserta didik untuk menggiatkan budaya membaca setiap hari dengan cara mewajibkan peserta didik membaca buku sastra ataupun non sastra, mengadakan ajang perlombaan yang berhubungan dengan kegiatan membaca dengan bekerjasama dengan tim-tim literasi di sekolah, serta membuat majalah dinding di sekolah.
Tidak kalah penting juga perlunya peran orang tua sebagai pihak pertama yang mampu mengenalkan budaya baca dan menjadikan membaca menjadi suatu kebiasaan yang dapat diterapkan sejak dini di rumah akan membantu keberhasilan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Orang tua dapat menyediakan berbagai buku bacaan dirumah.
Dengan kerja sama yang baik dari berbagai pihak dalam melaksanakan perannya masing-masing, diharapkan peserta didik di Indonesia di masa yang akan datang dapat menjadikan membaca menjadi suatu tradisi atau kebudayaan sehingga kemampuan peserta didik dalam membaca dapat meningkat secara signifikan.
No Responses