Palembang, sumajaku.com – Tersangka anak yang penahanannya diduga digabungkan dengan tahanan dewasa hingga diduga menjadi korban penganiayaan dan pemerasan oleh terduga kepala kamar dan para tahanan lainya didalam Rutan yang pemberitaan sebelumnya sempat mencuat kepermukaan.
Menanggapi hal ini, sangat disayangkan, Kasat Reskrim Polrestabes Palembang, Kompol Edi Rahmat Mulyana enggan mengomentarinya dan meminta media ini konfirmasi ke Kasat Tahti, “masalah tahanan konfirmasi ke Kasat Tahti”, katanya Rabu (25/11/2020).
Ditanya, sudah tepatkah pasal yang dikenakan kepada tersangka anak tersebut? Sudah sesuai penyidikan dan berkas perkaranya telah dilimpahkan tahap dua, singkat Edi.
Sementara, Kasat Tahti Polrestabes dan Kasi Pidum Kejari Palembang belum dapat dikonfirmasi.
Diberitakan sebelumnya, diduga telah terjadinya tindak pidana penganiayaan dan pemerasan yang dilakukan sesama tahanan di dalam Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polrestabes Palembang yang dilakukan pelaku diduga kepala kamar dan kawan-kawan terhadap korban EA (16) yang masih dibawah umur selaku tersangka di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polrestabes Palembang. Sebagaimana Laporan Polisi Nomor : LPB/2384/XI/2020/SUMSEL/RESTABES/SPKT pada (11/11/2020). Hingga korban mengalami lebam dimata kirinya bekas pukulan.
Akibatnya, EA melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan perlindungan dan proses hukum serta penghentian penyidikan untuk ditinjau kembali tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka EA kepada Kapolrestabes dan Kasat Reskrim Polrestabes Palembang yang tertuang dalam surat permohonan Nomor : 16.A/MWO/XI/2020 pada (16/11/2020).
Advokat HM Wisnu Oemar SH MH MBA membenarkan, benar, “kami telah mengajukan permohonan perlindungan dan proses hukum serta penghentian penyidikan untuk ditinjau kembali tindak pidana yang disangkakan terhadap klien kami tersangka EA kepada Kapolrestabes dan Kasat Reskrim Polrestabes Palembang”, katanya Senin, (23/11/2020).
Sebab, menurut hemat Wisnu, permohonan diajukan lantaran klien kami masih berusia 16 tahun dan masih berstatus pelajar kelas XI SMK yang penahanannya diduga digabungkan dengan tahanan dewasa hingga klien kami diduga menjadi korban penganiayaan dan pemerasan oleh terduga kepala kamar dan para tahanan lainya didalam Rutan.
Ketika kami kuasa hukum dan orang tua EA menemui klien kami tersangka EA diruang Unit PPA Polrestabes Palembang pada Senin (16/11/2020) sekitar Pukul 14.00 WIB terlihat
lebam bekas pukulan di mata kiri EA, sesal Wisnu.
Menurut Wisnu, hal serupa sudah banyak tahanan yang meninggal dunia didalam Rutan akibat dianiaya oleh sesama tahanan bila adanya pembiaran, tegasnya.
Wisnu berharap, hal ini jangan sampai terulang dan terjadi pada klien kami EA. Sebab, hal ini kami sampaikan untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan demi kepentingan hukum bersama.
Selain itu, yang disangkakan kepada EA tindak pidana didalam UU tentang Perlindungan Anak dengan sangkaan pasal 76 D Jo. Pasal 81 ayat (1), ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor : 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, lanjut Wisnu.
Wisnu menilai, seharusnya, UU Tentang Perlindungan Anak ini ditafsirkan menurut doktrin yang berlaku umum. Sebagaimana kehendak pembuat UU untuk melindungi anak dibawah umur ialah, termasuk klien kami tersangka EA dan atau UU ini hanya diberlakukan terhadap orang dewasa semata yang melakukan tindak pidana terhadap anak dibawah umur. Bukan terhadap klien kami tersangka EA anak dibawah umur, ungkapnya.
Oleh karenanya, perbuatan klien kami tersangka EA yang merupakan anak dibawah umur sama dengan korban. Akan tetapi, usia korban IPS (17) lebih dewasa satu tahun dari klien kami EA.
Maka, hanya layak terhadap klien kami EA disangkakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam KUHPidana.
Sebab, faktanya klien kami EA (16) berpacaran dengan korban IPS (17). Akibat kurangnya pengawasan dari orang tua masing-masing. Sedangkan, mereka berdua melakukan hubungan badan, senyatanya dilakukan atas dasar suka sama suka tanpa adanya paksaan, beber Wisnu.
Selayaknya, orang tua kedua belah pihaklah yang bertanggung jawab terhadap pelaku dan korban. Diduga telah melakukan pembiaran terhadap perbuatan anak-anak mereka dan patut diduga melakukan tindak pidana pasal 77B UU RI Nomor : 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor : 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, tegasnya.
Oleh karenanya, Wisnu berharap, penyidikan untuk ditinjau kembali tindak pidana yang disangkakan berdasarkan pasal 109 ayat 2 KUHAP dan rasa keadilan yang baik dan benar.
Hingga berita ini dionlinekan, pihak terkait lainnya belum dapat dikonfirmasi.(yn).
No Responses