Palembang, sumajaku.com – Menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi proyek fiktif anggaran tahun 2015 lalu atas kepindahan panti sosial dari KM 10 kota Palembang ke Indralaya Kabupaten Ogan Ilir (OI) Provinsi Sumsel.
Kejati Sumsel melakukan permintaan keterangan kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang dilaksanakan pada Senin (28/12/2020) yang dimulai sekitar Pukul 09.00 WIB melalui Bidang Tindak Pidana Khusus.
Permintaan keterangan tertuang dalam surat Nomor : B-226/L.61/Fd.1/12/2020 berdasarkan surat penyelidikan Kajati Sumsel Nomor : Print-18/L.6.1/Fd.1/11/2020 pada (30/09/2020).
Menanggapi hal ini, Kasi Penkum Kejati Sumsel, Khaidirman SH MH membenarkan, ada pihak terkait yang dimintai keterangannya sehubungan penyelidikan kasus tersebut, katanya. Permintaan keterangan saat ini masih berlangsung, sekitar Pukul 16.04 WIB Senin (28/12/2020). Namun, yang dipanggil sesuai panggilan tidak hadir, singkatnya.
Sementara, Sekda Muba Drs Apriadi MSi enggan mengomentari terkait permintaan keterangan oleh Kejati Sumsel, ketika dikonfirmasi media ini baik via pesan singkat WA maupun via ponselnya dengan nada, “nomor yang anda tuju sedang tidak dapat menerima panggilan”, pada Pukul 16.03 WIB, Pukul 16.07 WIB dan pada Pukul 16.15 WIB.
Diberitakan sebelumnya, Walau sebelum pemberitaan, Apriadi tidak merespon konfirmasi media ini baik via WA, sms dan via ponselnya. Setelah pemberitaan, Apriadi
angkat bicara mengenai adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) proyek fiktif yang sempat mencuat kepermukaan.
“Kamu dapat dari mana…saya sudah cek nama yang melaporkan alamatnya fiktif dan orangnya tidak ada. Ini hoax.. Apakah kamu sudah konfirmasi dengan yang menulis. Saya 2015 Pj Bupati PALI”, tulis Apriadi via WA nya ke WA media ini, Jumat (08/11/2019).
Senada, Sanusi yang mengaku, selaku adik Apriadi Sekda Muba ini mengatakan, mau mengklarifikasi pemberitaan “Diduga Proyek Fiktif, Sekda Dilaporkan”, pemberitaan ini salah, bantah Sanusi via ponselnya ke sumajaku.com.
Ditanya, yang benarnya bagaimana? menurut Sanusi, pada tahun 2015, Apriadi menjabat selaku Pj Bupati PALI, Februari 2016 Apriadi baru menjabat di Dinas Sosial OI, bantahnya.
Disinggung, kenapa sebelum pemberitaan, Apriadi tidak merespon konfirmasi media ini baik via WA, sms dan via ponselnya? Apriadi sedang sibuk melakukan test terhadap pejabat Muba, elaknya dan meminta media ini konfirmasi ke Dinas Sosial, pintanya.
Sementara, Drs H Ujang mengaku, berawal dirinya bertugas di Km 10 Palembang sejak tahun 2014 selaku Kepala UPTD yang saat itu belum ada Kepala Dinas Sosial di OI yang masih dibawah naungan Pemprov Sumsel, katanya, dikonfirmasi Sabtu (09/11/2019).
Namun, seingat Ujang, saat dirinya bertugas di tahun 2014, Apriadi juga telah bertugas, bebernya.
Pada Januari tahun 2016 kantor di KM 10 Palembang dipindah ke OI, ungkapnya
Ditanya, apa benar adanya dugaan proyek fiktif di Dinas Sosial OI? Ujang mengaku, tidak mengetahui dan meminta media ini cek langsung ke dinas dan lokasi serta ke Kepala UPTD saat ini dijabat Ibnu Hajar, pintanya.
Sebab, menurut Ujang, saat dirinya menjabat selaku Kepala UPTD, dirinya tidak mengetahui besaran dan pengelolaan anggaran. Karena, bukan dirinya yang melakukan pengelolaan anggaran, tegasnya.
Disinggung, siapa yang melakukan pengelolaan anggaran? Ujang yang telah pensiun pada tahun 2018 ini mengaku, tidak mengetahuinya, yang jelas ada Pimpro dan Kepala Dinas, jelasnya.
Diketahui sebelumnya, dugaan Tipikor proyek fiktif anggaran tahun 2015 lalu atas pemindahan panti sosial mulai dari KM 10 kota palembang sampai ke Indralaya Kabupaten Ogan Ilir (OI) Provinsi Sumsel dengan nilai anggaran 10 Miliar rupiah yang saat itu diduga Apriadi menjabat selaku Kepala Dinas Sosial yang merangkap selaku pengguna anggaran yang otomatis bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara yang dianggarkan.
Selain itu, Kepala UPTD diduga Ujang tentunya harus bertanggung jawab juga. Sebab, proyek yang dibangun diduga berupa gedung atas anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten OI. Akan tetapi, diduga “dicaplok” sebagai bangunan proyek yang diduga fiktif.
Sedangkan proyek yang dibangun dengan anggaran 10 Miliar hanya membangun dua unit bangunan asrama dan satu ruangan dapur saja yang tak mungkin menelan anggaran sebesar 10 Miliar. Idealnya, membutuhkan anggaran maksimal senilai 2 Miliar saja. Akibatnya, diduga telah merugikan negara sebesar 8 Miliar rupiah, jelas pelapor yang sebelumnya telah melaporkan hal ini ke Kejati Sumsel.(yn)
No Responses