Pangkalpinang-Babel, sumajaku.com – Dugaan pihak Lapas Tuatunu Pangkalpinang Bangka Belitung (Babel) diduga menghambat proses hukum dan hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berinisial DR. Pihak Lapas membantah dan mengaku, telah mengajukan integrasi Cuti Bersyarat (CB) yang diberikan kesempatan oleh pihak Bapas yang saat ini telah masuk usulan ke pihak Ditjenpas, tinggal menunggu SK nya.
Menanggapi hal ini, Dirjen PAS, Komjen Pol Drs Reynhard Saut Poltak Silitonga SH MSi melalui Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi, Thurman Saud Marojahan Hutapea BC IP SH MHum mengatakan, “kami disini hanya verifikasi berkas, bila memenuhi syarat langsung masuk ke aplikasi dan nomor tunggu untuk sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) disini (Ditjenpas red). Pengajuan di acc menteri bila terkait Pembebasan Bersyarat (PB), baru diserahkan ke Ditjenpas langsung kami proses. Tanyakan langsung ke Lapas yang mengajukan”, sarannya, Selasa (1/3/2022).
Bila belum, lanjut Thurman, mungkin berkasnya bolak balik untuk dilengkapi, harap sabar menunggu berdasarkan nomor urut. Akan kami “crosscheck”. Sebab, dalam sepekan, bisa mencapai ribuan yang mengajukan dan ratusan sidang TPP, katanya.
Ditanya, apa benar, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Bimkemas dan Pengentasan Anak Nomor : PAS-1293.PK.01.04.06 pada (8/10/2021) tentang pencabutan PB WBP DR dan WBP DR diwajibkan menjalani sisa pidana pencabutan PB sebelumnya selama 7 bulan 16 hari yang mengacu pada Surat Keputusan Bapas Nomor : PAS-1227.PK.01.04.06 pada (22/10/2019) tentang pencabutan sementara PB Narapidana DR.
Ada dan banyak proses pencabutan PB, bila adanya pelanggaran atau kembali tersandung pidana atau WBP tidak ada dikediamanya, tidak melapor dan tidak mengikuti proses bimbingan bisa dicabut, jawab Thurman.
Disinggung, berdasarkan Permenkum HAM adakah SK sementara dan pencabutan PB sementara? Itu tidak diperbolehkan lagi, bila ada laporkan ke Ditjenpas yang berwenang menerbitkan SK tersebut. Dulu kewenangan Bapas, sekarang tidak lagi hanya sebatas mengusulkan ke Ditjenpas melalui aplikasi. Bila tidak lengkap, dikembalikan untuk segera dilengkapi hari itu juga setelah kami menerima usulan, ucap Thurman.
Sebab, berdasarkan Permenkum HAM Nomor : 7 Tahun 2020 tidak mengatur tentang pencabutan sementara. Sedangkan, Permen Nomor : 3 tahun 2015 sudah tidak berlaku lagi yang telah direvisi menjadi Permen Nomor :7 Tahun 2002 yang berlaku hingga saat ini, terangnya.
Disoal, apa benar, SK pencabutan PB merupakan kewenangan pihak Bapas? Semua keputusan dari Ditjenpas pihak Bapas hanya mengusulkan, singkat Thurman.
Ditanya, apa benar, selama proses pemberian hak-hak berupa remisi dan itegrasi (Asimilasi, CB, PB dan CMK) bagi seluruh WBP dipungut biaya?
“Wah.. gimana dipungut biaya, selorohnya, sekarang sistem aplikasi, kita tidak berhubungan dengan keluarga WBP, kita hanya verifikasi, semua serba gratis yang berlaku di Indonesia”, bantah Thurman.
Disinggung, apa benar pihak Lapas berwenang menerima titipan tahanan dari pihak Kepolisian dengan alasan tersangka tidak mau menandatangani BAP dari Kepolisian? Berwenang, kalau ada Surat Perintah Penahanan (SPP), singkat Thurman.
Disoal, benarkah, bila tahanan dari kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan tidak memenuhi syarat berdasarkan aturan. Pihak Lapas berhak untuk menolaknya?
Pihak Lapas tidak berhak untuk melolak, kecuali, kondisi fisik dan kesehatan Tersangka tidak memungkinkan. Thurman mencontohkan, bila Tersangka baru kena tembak kakinya harus dikonsultasikan ke pihak terkait, apakah diobati secara medis terlebih dahulu. Idealnya diobati terlebih dahulu baru diterima. Sebab, Rutan dan Lapas itu bukan Rumah Sakit, seloroh Thurman lagi. Kita tidak mau menerima tahanan yang tidak jelas statusnya, cetus Thurman.
Ditanya, benarkah, idealnya pihak Lapas memperjuangkan hak-hak WBP baik PB, CB dan lainya. Walau WBP tersebut ada tersandung perkara lainnya harus dilaksanakan hak-haknya terlebih dahulu?
Sudah jelas, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) bertujuan membina WBP untuk dapat diterima kembali ditengah-tengah masyarakat bila bebas nanti. Bila WBP berkelakuan baik melalui aplikasi Sistem Penilaian Narapidana (SPN) tentunya pemberian hak-hak berupa remisi dan itegrasi (Asimilasi, CB, PB dan CMK) bagi seluruh WBP yang tertuang dalam
Permen Nomor : 7 Tahun 2002 yang berlaku hingga saat ini, jelas Thurman.
Ditambahkannya, saat ini pun, kami sedang menguatkan Rutan dan Lapas untuk melaksanakan tugas dengan baik dan benar, tegas Thurman.
Diketahui, dampak dari pemberitaan sebelumnya, WBP DR diduga dikenakan sanksi kurungan selama dua pekan. Diduga pihak Lapas menggunakan jabatan dan kewenangannya diduga dengan semena-mena. Benarkah sanksi yang diberikan berdasarkan Permenkumham? Thurman menilai, mungkin WBP tersebut menggunakan ponsel, hingga dikenakan sanksi kurungan, singkatnya.
Thurman menghimbau dan berharap, Rutan dan Lapas agar jangan ada hak-hak WBP yang terabaikan, tegasnya.
Thurman menambahkan, saat ini Standar Sistem Pembinaan Narapidana (SPPN) menjadi salah satu instrumen yang data dukungnya dapat digunakan sebagai alat ukur kelayakan pemenuhan hak narapidana berkelakuan baik atau tidak. Hal ini merupakan beban bagi Rutan dan Lapas untuk memahami dan belajar sesuai petunjuk.
“Kami akan senantiasa melakukan sinergi dan meningkatkan kualitas pembinaan bagi narapidana, baik melalui penyelenggaraan
SPPN maupun program pembinaan lainnya. Sehingga mewujudkan salah satu fungsi Pemasyarakatan, yakni sebagai lembaga pembinaan para pelanggar hukum dan menjadikan mereka manusia yang lebih baik,” harap Thurman.
Sebelumnya, Kepala Kanwil Kemenkumham Babel, Drs Anas Saeful Anwar Bc IP MSi melalui Kasubbid Pembinaan, Teknologi Informasi (TI) dan Kerjasama, Mulsa Afrianto SH MAP enggan dikonfirmasi sembari meminta identitas wartawan media ini dengan alasan ingin tahu data peminta informasi dan mengaku, menjalankan perintah atasan serta mengacu pada Undang-Undang RI Nomor : 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, jawabnya, Senin, (21/2/2022).
Padahal, wartawan media ini telah memperkenalkan diri dan medianya berikut di share kan berita terkait sebelumnya yang akan dikonfirmasi.
Sementara, salah satu pemerhati pemasyarakatan yang enggan namanya ditulis ini menilai, terkait Lapas menerima titipan tahanan dari pihak kepolisian dengan alasan tersangka tidak mau menandatangani BAP Kepolisian. Surat penetapan Tersangka dan penahanan diterbitkan oleh pihak kepolisian, idealnya pihak kepolisian yang berhak melakukan penahanan bukan pihak Lapas. Kecuali setelah putusan pengadilan dan dieksekusi oleh pihak Kejaksaan, katanya, Kamis (24/2/2022).
Sebab, menurutnya, Orang-orang yang ditahan di Lapas, merujuk pada Permenkumham Nomor 33 Tahun 2015, adalah orang-orang yang telah terbukti melakukan tindak pidana sehingga diberi status narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Sanksi dikenakan diduga WBP menggunakan Ponsel, faktanya diketahui, saat ini di Lapas tanpa ponsel, maka, diberikan fasilitas telepon umum dan sanksi kurungan merujuk pada Pasal 8 Permenkumham No. 6 Tahun 2013. Bagi Narapidana yang melanggar tata tertib.
Sanksi kurungan, dilakukan bila WBP melakukan kesalahan dan di BAP oleh jajaran administrasi keamanan dan ketertiban (Kamtib). Itu pun, lamanya kurungan maksimal satu pekan. Namun, bila tidak terselesaikan, maka, dapat diperpanjang lagi satu pekan. Tidak bisa asal kurung atau di sel yang merujuk pada Pasal 8 Permenkumham No. 6 Tahun 2013 bagi narapidana yang melanggar tata tertib, jelas pemerhati pemasyarakatan ini.
Hukuman disiplin tingkat ringan, yang meliputi pemberian peringatan secara lisan dan peringatan secara tertulis.
Hukuman disiplin tingkat sedang, yang meliputi pemasukkan Narapidana ke dalam sel pengasingan paling lama 6 (enam) hari dan penundaan atau peniadaan hak tertentu dalam kurum waktu tertentu berdasarkan hasil Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
Hukuman disiplin tingkat sedang, yang meliputi pemasukkan Narapidana ke dalam sel pengasingan paling lama 6 (enam) hari dan penundaan atau peniadaan hak tertentu dalam kurum waktu tertentu berdasarkan hasil Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
Hukuman disiplin tingkat berat, yang meliputi pemasukkan Narapidana ke dalam sel pengasingan selama 6 (enam) hari dan dapat diperpanjang selama 2 (dua) kali 6 (enam) hari dan ia tidak mendapatkan hak remisi, cuti mengunjungi keluarga, cuti bersyarat, asimilasi, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat dalam tahun berjalan dan dicatat dalam register F, jelasnya.
Terkait hal ini enggan ditanggapi pihak Kanwil, diduga kuat ada yang ditutup tutupi. Sebab, bila tahanan dari kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan tidak memenuhi syarat berdasarkan aturan. Pihak Lapas berhak untuk menolaknya, tutupnya.(yn).
No Responses