Palembang, sumajaku.com – Annizar terpidana kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), diputus Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1 A Khusus Sumatera Selatan (Sumsel) dengan hukuman 1 tahun dan 6 bulan, pada tingkat banding diputus Pengadilan Tinggi (PT) Sumsel dengan hukuman 8 bulan penjara. Melalui Tim kuasa hukumnya Benny Murdani SH MH, Fikri Bratha SH, H Pandi Siswanto SH.
Mereka mempertanyakan tidak adanya surat perpanjangan masa penahanan dari pihak kejaksaan, sesuai dengan aturan Permenkumham RI dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa kliennya wajib dikeluarkan dari Rumah Tahanan (Rutan) Pakjo Palembang. Atas dasar tersebut Benny dan Tim melaporkan hal tersebut ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumsel karena Rumah Tahanan (Rutan) Klas IA Palembang, diduga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Benny Murdani mengatakan, kliennya terkait kasus KDRT dalam pemeriksaan banding dimana masa penahannya sampai dengan (3/9/18) itu sudah habis, hingga tanggal (4/9/18) dan belum ada perpanjangan penahanan. Jadi sampai hari ini, belum tahu statusnya tahanan siapa? Annizar saat ini.
Dirinya mengaku, “Kami konfirmasi ke Rutan Pakjo Palembang, bertemulah dengan Kasi Register Adi Kusuma dan sudah di cek memang tidak ada perpanjangan penahanan dan sudah habis masa penahanan tanggal 3 September kemarin”. “Kami pertanyakan kalau tidak ada perpanjangan penahanan maka status klien kami, tahanan siapa apakah jaksa apa hakim atau dia ( Red, Kasi Register Adi Kusama) tidak bisa menjawab”, sesalnya. Atas hal itu, “saya bicara bahwa sesuai dengan Permenkumham RI, tentang pengeluaran tahanan demi hukum, didalam pasal 6 nya menjelaskan, kalau habis masa penahanan dan tidak ada penahanan, maka klien kami wajib dikeluarkan demi hukum”, tegasnya. Didalam KUHAP juga menjelaskan di dalam Pasal 27 apabila proses banding belum selesai dan perpanjangan sudah habis maka wajib dikeluarkan demi hukum,” paparnya.
Menurut Benny, harusnya kliennya dikeluarkan dulu, kalau ada penetapan baru, itu hal baru. Kalau ini tidak ada surat perpanjangan penahanan, kliennya masih juga ditahan ini sudah pelanggaran HAM. Benny menyatakan, bahwa Adi Kusuma bilang ini kebiasaan disini. “Loh kata saya kebiasaan kok bisa mengalahkan aturan. Padahal aturan internal kamu (red, Kemenkumham RI). Maka saya bilang apabila klien saya tidak dikeluarkan pada Pukul 16.00 WIB sore ini, kami akan melakukan upaya hukum, dia (red, Adi Kusuma) pun menantang, katanya ‘Silakan mau melakukan upaya hukum, banyak pengacara disini, datang dan tidak bisa, untuk saya keluarkan’”, terangnya menirukan perkataan Adi Kusuma.
Karena telah melanggar aturan Permenkumham dan KUHAP maka dari itu Benny melaporkan persoalan tersebut ke Ombudsman RI Perwakilan Sumsel. Dirinya berharap, setelah melaporkan hal tersebut, kliennya dapat dikeluarkan dari Rutan. “Sesuai dengan aturan yang berlaku keluarkan dulu klien kami, kalau jaksanya kasasi itu hal baru, penetapan kembali ada status dan jelas,”cetusnya.
Masih menurut Benny, kalau sekarang status kliennya tidak tahu, tahanan siapa apakah tahanan jaksa apakah hakim, kalau memang hakim tinggi sudah habis masanya dan tidak ada perpanjangan. Sedangkan kalau kliennya merupakan titipan jaksa dasarnya apa titipan jaksa.
“Klien kami ditahan sudah masuk 7 bulan, untuk vonis PN Palembang klien kami di vonis 1 tahun 8 bulan, ditingkat banding klien kami diputus 8 bulan penjara, saat ini klien kami ditahan statusnya apa, dan tahanan siapa ini mohon dipertanyakan kepada Kepala Rutan, kalau tahanan jaksa mana surat perpanjangan penahanannya, mohon kepastian hukumnya disitu,” tandasnya.
Sementara Kepala Rumah Tananan (Karutan) Klas 1A Pakjo Palembang, Mardan SH MH mengatakan, berdasarkan putusan pengadilan satu tahun delapan bulan pada tingkat pertama, saat dikonfirmasi media ini via ponselnya. Lalu warga binaan tersebut melakukan upaya banding, setelah banding diputus delapan bulan.
“Berhubung perpanjangan penahanan habis (03/09/2018) untuk putusannya masih 8 bulan hitungan kita, tidak mungkin kita keluarkan warga binaannya. Sedangkan kalau mengacu pada putusan PT saja, itu sampai tanggal 1 Oktober 2018. Apalagi mengacu pada putusan pengadilan tingkat pertama. Jadi tidak mungkin kita melepaskan. Untuk eksekusi itu kewenangan kejaksaan,”ujarnya.
Menanggapi keluhan kuasa hukum terpidana, Mardan mengaku, belum mengetahui persis baru dapat kabar sore tadi dari anggotanya. “Silahkan saja, kita mengacu pada putusan pengadilan. Tidak mungkin kita melangkahi putusan pengadilan”.
Disinggung tanpa Penetapan Penahanan (Taphan) faktor kebiasaan yang disampaikan Kasi Register Adi Kesuma, Mardan menilai, bahwa itu ungkapan, “Oh, itu tidak mungkin, itu mungkin cuma bahasa dia saja selaku lawyer”, elaknya.
Menanggapi kuasa hukum telah melaporkan pihak Rutan ke Ombudsman RI Perwakilan Sumsel, Mardan mengaku, belum bisa mengambil langkah, karena kejadian baru sore tadi, besok pagi baru ditindaklanjuti lagi, janjinya. (yn)
No Responses