PALEMBANG – SUMSEL, ????????.??? – Terkait dugaan Tidak Sahnya Penyidikan, Kapolsek IB-1 Palembang Dipraperadilkan dalam sidang yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, atas dalil-dalil gugatan praperadilan pemohon, para Termohon dan Turut Termohon menyampaikan jawaban secara tertulis dan Pemohon mengajukan replik serta para Termohon – Turut Termohon mengajukan duplik secara lisan. Untuk membuktikan dalil gugatannya, Pemohon mengajukan alat bukti surat, keterangan saksi dan agenda keterangan ahli yang digelar Kamis (09/03/2023).
Keterangan Ahli, DR H Konar Zuber SH MH yang pada pokoknya menerangkan dibawah sumpah menyatakan :
Bahwa ahli telah Berpengalaman menangani perkara Praperadilan di Lembaga Polri khususnya di Binkum Polda Sumsel selama 25 tahun.
Bahwa menurut ahli, “dalam aturan hukum di Perkap Nomor : 6 Tahun 2019 menyatakan, dalam melakukan penerimaan laporan, yang mana sebelum laporan tersebut dapat diterima penyidik maupun penyidik pembantu, harus melakukan beberapa tahapan yaitu :
Melakukan kajian awal terlebih dahulu atau konseling sebelum laporan dapat diterima. Kemudian dari hasil ????????? baru bisa memutuskan, apakah perkara yang dilaporkan merupakan perkara pidana atau bukan. Kecuali, dalam hal tertangkap tangan dapat dilakukan tanpa adanya kajian awal (?????????)”.
“Yang pada intinya, terdapat perbedaan keterangan (????????????) hingga terjadinya maladministrasi dalam proses penyidikan, penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, penangkapan dan penahanan terhadap tersangka menjadi tidak sah dan cacat hukum”, kata Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Doktor Ilmu Hukum Indonesia (ADHI) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), DR Konar Zuber SH MH dibincangi media ini Rabu (15/03/2023).
“Kajian awal (?????????) melakukan wawancara atau klarifikasi dengan menanyakan Barang Bukti (BB), saksi terkait perkara yang akan dilaporkan. Kemudian, dikaji apakah telah memenuhi unsur pidananya atau tidak. Ketika seseorang melapor harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu.
Dasar suatu surat panggilan kepada Terlapor maupun Tersangka harus berdasarkan surat Laporan Polisi (LP) dalam artian : waktu dan tempat peristiwa tindak pidananya sudah jelas mengacu pada apa yang tertuang didalam LP tersebut. Jika terjadi perubahan dan perbedaan antara waktu dan tempat kejadian dengan yang disebutkan didalam LP dengan Surat Panggilan (????????????). Maka, dipastikan terjadinya maladministrasi hingga cacat hukum berakibat tidak sahnya suatu perbuatan tindak pidana tersebut”, lanjut mantan Advokat Polri Polda Sumsel ini.
“Jika dalam proses awal telah terjadi maladministrasi, maka terhadap proses penyidikan, penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, Penangkapan dan penahanan menjadi cacat hukum yang mengakibatkan tidak sahnya serangkaian proses penyidikan tersebut”, ucap Ahli Bidang Administrasi Kepolisian ini.
“Berdasarkan Perkap Nomor : 6 Tahun 2019 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor : 130/PPU-XIII/2015 seorang baik Terlapor atau Tersangka diwajibkan untuk mendapatkan atau menerima SPDP”, tegas mantan Instruktur/Gadik Polri SPN Betung Polda Sumsel ini.
“Terkait penyitaan, penyidik membuat dan melengkapi surat perintah penyitaan berikut surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Dalam Pasal 42 ayat 1 KUHAP, wajib dibuatkan tanda Terima dari mana barang-barang tersebut disita. Pemilik tempat atau orang yang berada ditempat barang-barang yang akan disita harus dijadikan saksi dengan diterbitkan Berita Acara Pemeriksaan atau penyitaan yang dituangkan dalam berkas perkara dan wajib ditandatangani saksi yang berada ditempat barang-barang yang akan disita” tutur dosen tetap STISIPOL Candradimuka Palembang ini.
“Jika terdapat perbedaan keterangan dalam berita acara penyitaan dengan berkas perkara. Maka, yang sah berita acara penyitaan.
Jika proses penyidikan menyimpang dari Laporan Polisi (????????????). Maka dapat dipastikan telah terjadinya maladministrasi yang akibatnya proses penyidikan menjadi tidak sah”, tegas Dosen Sistem Hukum Administrasi Publik ini.
“Dalam Pasal 33 KUHAP, sebelum melakukan penggeledahan, penyidik wajib memperlihatkan surat perintah penggeledahan.
Dalam Surat Perintah Penangkapan, wajib termuat : dimana tempat Tersangka diperiksa, Pasal yang disangkakan dan tanggal peristiwa tindak pidana tersebut berikut dilampirkan Laporan Polisi, Barang Bukti, alat bukti dan keterangan saksi. Bila kurang lengkap, akibat hukumnya cacat hukum yang berakibat tidak sahnya surat perintah penangkapan tersebut. Maka, otomatis penahanan terhadap Tersangka pun menjadi tidak sah”, terang Mantan Kabag Hukum DPRD ini.
“Apabila suatu proses penyidikan tidak mendasar atau menyimpang dari Laporan Polisi yang dilaporkan korban. Yang mana setiap LP memuat tentang terjadinya suatu peristiwa pidana, tempat dan waktu merupakan unsur penting dalam proses pembuktian suatu tindak pidana (????? ??????). Maka secara hukum, proses penyidikan, penyitaan, penangkapan dan penahanan menjadi tidak sah”, terang mantan Sekretaris DPRD ini.
“Dalam perkara ini terbukti, saksi korban bernama Ahmad Jauhari, peristiwa pidana yang dituduhkan pencurian yang tanggal dan bulan terjadinya peristiwa pidana tersebut berbeda-beda, ada 16 Juni 2022, 16 Juli 2022 dan 18 Juli 2022. Bahkan ada pula yang menyebutkan bulan Juni 2022 saja. Hingga jelas menyimpang dari Laporan Polisi yang dilaporkan oleh Pelapor”, ungkap Inspektorat Pemprov sumsel ini.
Ahli berpendapat, “jika dalam suatu perkara pidana yang dilaporkan, akan tetapi, diwaktu yang bersamaan sedang berjalan perkara perdata terkait sengketa hak. Maka, terhadap perkara pidana tersebut harus terlebih dahulu diselesaikan sengketa perdatanya sesuai PERMA Nomor : 1/1956 ayat 2 dan pasal 81 KUHP yang masih diberlakukan sampai sekarang”, jelasnya Doktor Ilmu Hukum ini.
Diduga Tidak Sahnya Penyidikan, Kapolsek IB-1 Palembang Dipraperadilkan
Diduga tidak sahnya penyidikan, penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, penangkapan dan diduga tidak sahnya penahanan terhadap tersangka Yahmat oleh diduga pihak Polsek IB-1 kota Palembang.
Akibatnya, Yahmat Ikhlas melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum DR Hj Nurmalah SH MH CLA dan Tamee Irrelly SH CLA bersama Kantor Hukum Law Office HM Wisnu Oemar SH MH MBA mengajukan permohonan Praperadilan berdasarkan surat kuasa khusus pada (11/01/2023).
Permohonan Praperadilan di mohonkan kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada (13/01/2023) yang tertuang dalam perkara Nomor : 04/PID.PRA/2023/PN.JKT.Sel dengan
Termohon I : Kapolsek IB-1 Palembang, Termohon II : Kanit Reskrim Polsek IB-1,
Termohon III : Iptu Apriyansah SH selaku penyidik dalam perkara sesuai Laporan Polisi Nomor : LP/B-488/VII/2022/Polda Sumsel/Restabes/IB-1 pada (19/07/2022),
Termohon IV : Aipda Pipit Apriandi selaku penyidik pembantu dalam perkara sesuai Laporan Polisi Nomor : LP/B-488/VII/2022/Polda Sumsel/Restabes/IB-1 pada (19/07/2022),
Termohon V : Briptu M Anre selaku penyidik pembantu dalam perkara yang sama.
Termohon VI : Bripda Febrianto selaku penyidik pembantu dalam perkara sesuai Laporan Polisi Nomor : LP/B-488/VII/2022/Polda Sumsel/Restabes/IB-1 pada (19/07/2022).
Termohon VII : Kapolrestabes Palembang,
Termohon VIII : Kapolda Sumsel,
Termohon IX : Kapolri dan Turut Termohon : Kompolnas Republik Indonesia (RI).(??).
No Responses