Jakarta, sumajaku.com- Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 125 negara dalam Indeks Hak Kepemilikan Internasional atau International Property Rights Index (IPRI) 2024, yang dirilis oleh Property Rights Alliance di Washington DC. Peringkat ini menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan posisi ke-63 yang dicapai pada tahun 2023. Di tingkat regional, Indonesia tetap stabil di posisi ke-11. Center for Market Education Indonesia (CME ID) adalah mitra Property Rights Alliance dan berkontribusi pada laporan tahunan dengan analisis Indonesia. Laporan dapat diunduh di sini:
https://www.internationalpropertyrightsindex.org/full-report
Laporan ini secara konsisten menunjukkan bahwa negara-negara berpendapatan tinggi memiliki perlindungan hak kepemilikan yang lebih kuat, sementara negara-negara berpendapatan menengah ke bawah sering kali membatasi secara signifikan kepemilikan asing atas kekayaan intelektual dan investasi. Ketimpangan ini seolah menegaskan pentingnya peran hak kepemilikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Lima negara dengan skor tertinggi adalah Finlandia (8,1), Singapura (7,94), Denmark (7,774), Belanda (7,773), dan Selandia Baru (7,66). Negara-negara ini memberi contoh bagaimana kerangka hukum yang kuat dapat memperkuat ketahanan ekonomi dan meningkatkan daya saing.
Di sisi lain, lima negara dengan skor terendah adalah Venezuela (1,9), Yaman (2,4), Haiti (2,6), Republik Demokratik Kongo (3,0), dan Chad (3,0). Negara-negara ini menghadapi tantangan serius, seperti ketidakstabilan politik dan lemahnya sistem hukum, yang menghambat hak kepemilikan dan membatasi peluang ekonomi.
Indonesia menunjukkan kinerja terbaiknya pada sub-indeks perlindungan hak atas kepemilikan fisik dengan skor 5,631. Dalam kategori ini, Indonesia menempati peringkat ke-43 dunia dan ke-8 di tingkat regional, naik satu peringkat dalam skala global.
Meski demikian, sub-indeks lingkungan hukum dan politik serta perlindungan hak kekayaan intelektual masih menjadi titik lemah Indonesia. Skor untuk lingkungan hukum dan politik berada di angka 4,402, dengan peringkat ke-67 dunia (naik dari peringkat ke-69 pada 2023). Sementara itu, perlindungan hak kekayaan intelektual mencatat skor 4,966, menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 global, sedikit turun dibandingkan peringkat ke-71 tahun sebelumnya. Meski demikian, perlindungan atas hak kepemilikan fisik—seperti disebutkan di atas—lebih baik dibandingkan sub-indeks lainnya, performa sub-indeks ini terus menurun sejak 2021. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh turunnya skor pada kategori proses registrasi hak kepemilikan fisik, seperti terlihat dalam grafik di bawah.
“Di tengah tantangan ekonomi global, penguatan perlindungan atas kepemilikan fisik dan kekayaan intelektual menjadi kunci bagi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Kerangka hukum dan politik yang kokoh melindungi aset para penemu dan mendorong inovasi dari para kreator, sehingga menghasilkan produk yang lebih baik dan aman. Selain itu, kerangka ini memberikan rasa aman bagi investor untuk mendukung usaha baru, sehingga memacu inovasi dan kemajuan ekonomi,” ujar Lorenzo Montanari, Direktur Eksekutif Property Rights Alliance dan editor IPRI.
Terkait Indonesia, Alfian Banjaransari, Country Manager CME ID, menekankan perlunya mempermudah proses registrasi hak kepemilikan. Ia juga menyoroti pentingnya mempertahankan tren positif dalam perlindungan lingkungan hukum dan politik selama periode transisi ke pemerintahan yang baru. “Indonesia setahun belakangan cukup aktif dalam mengadopsi dan meratifikasi sejumlah kesepakatan terkait perlindungan kekayaan intelektual. Pemerintah yang baru perlu melanjutkan tren positif ini agar Indonesia semakin terintegrasi dengan norma-norma internasional. (rill).
No Responses