PALEMBANG-SUMSEL, 𝙨𝙪𝙢𝙖𝙟𝙖𝙠𝙪.𝙘𝙤𝙢 – Maraknya terjadinya Sengketa Tanah di Indonesia, khususnya Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dengan berbagai modus tindak pidana : dugaan pengrusakan, penyerobotan, pemalsuan tanda tangan warkah dan dugaan pecurian dokumen BPN hingga dugaan pemalsuan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terjadi baik ditingkat Provinsi, Kota dan Kabupaten.
Menteri ATR/BPN Republik Indonesia (RI), Marsekal TNI (Purn) Dr (HC) Hadi Tjahjanto SIP (keynote speaker) memberikan “Edukasi dan Solusi Penyelesaian Sengketa Tanah Di Luar Pengadilan” dengan Pembicara : Inspektur Jenderal ATR/BPN RI, Sunraizal SE MM CFrA CFE, Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi, Dr Bahrul ILmi Yakup SH MH, Kapolda Sumsel, Irjen Pol A Rachmad Wibowo SIK MIK diwakili Kasubdit II Harda Ditreskrimum Polda Sumsel, Kompol Rafael Bernandus Jaya Lingga ST SH dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati Sumsel), Sarjono Turin SH MH, Gubernur Sumsel, H Herman Deru diwakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumsel, Drs H Edward Candra MH, Panglima Kodam II Sriwijaya, Mayjen TNI Hilman Hadi SIP MBA MHan diwakili Kapoksahli Pangdam, Brigjen TNI Azhar Mulyadi SE yang didampingi Ketua Yayasan Pengawal Etika Nusantara (Yapena), Ahmed Kurnia Soeriawidjaja yang dipandu oleh Moderator, M Asri Lambo SH dalam seminar di Hotel Batiqa Palembang, Senin (19/12/2022).
Tanpa Konsep Kepemilikan Akan Dihapus BPN
Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi, Dr Bahrul ILmi Yakup SH MH mengatakan, “konsep kepemilikan tanah dengan tahapan, penguasaan objek tanah, pendaftaran, penggarapan dan pertanggungjawaban kepemilikannya”. Namun, menurut Bahrul, “bila tahapan konsep kepemilikan tanah tersebut tidak dilakukan dalam jangka waktu yang lama, maka kepemilikan akan dihapus oleh pihak BPN dengan solusi dilakukan Rekonsilidasi dan Mediasi”, bebernya.
Disela seminar, serah terima piagam penghargaan yang diberikan oleh pendiri Yapena, Ir Edison Nainggolan MM kepada Inspektur Jenderal ATR/BPN RI, Sunraizal SE MM CFrA CFE dan kepada Gubernur Sumsel, H Herman Deru diwakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumsel, Drs H Edward Candra MH.
Ranah Hukum, Dirijen Tidak Dapat Berbuat Apa
Inspektur Jenderal ATR/BPN RI, Sunraizal SE MM CFrA CFE mengakui, “sengketa tanah terjadi hampir di setiap Provinsi di Indonesia. Hal ini terjadi ada beberapa penyebabnya, baik dari dalam maupun dari luar juga bisa, internal dan eksternal berkolaborasi. Bahkan, adanya unsur “Mafia Tanah” juga bisa hingga terjadinya penyerobotan dilapangan”, katanya.
Untuk itu, “kita ingin mengatasi itu, kita akan memperbaiki sistem. Namun, yang paling penting saat ini kita mencari solusi win win solusion dengan melalui mediasi dan rekonsilidasi, jadi tanpa melalui proses hukum di pengadilan”, ucap Sunraizal.
Ditanya, korban “Mafia Tanah” telah melaporkan ke pihak Kepolisian dan Kejaksaan, namun belum adanya kepastian hukum? “Kalau sudah ke ranah hukum peradilan, “kita tidak dapat berbuat apa-apa. Sebab, BPN mengharapkan, kita selesaikan tanpa ke ranah peradilan”, terang sang Dirjen.
Pemprov Sumsel Prioritaskan Melalui GTRA
Gubernur Sumsel, H Herman Deru melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumsel, Drs H Edward Candra MH mengatakan, “Pemprov Sumsel mengapresiasi dan mendukung diadakannya seminar ini dengan Edukasi dan Solusi Penyelesaian Sengketa Tanah Di Luar Pengadilan tanpa harus memlalui proses pidana dan perdata”, katanya.
Pemprov Sumsel mendorong dan prioritaskan 15 persoalan ini yang telah dikerucutkan menjadi 5 peroalan melalui Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Sumsel melalui Satgas konflik GTRA yang diketuai Saidah, tutup Edward.
Restorative Justice Solusi Penyelesaian Sengketa Tanah
Kapolda Sumsel, Irjen Pol A Rachmad Wibowo SIK MIK diwakili Kasubdit II Harda Ditreskrimum Polda Sumsel, Kompol Rafael Bernandus Jaya Lingga ST SH dalam paparannya mengatakan, “Solusi Penyelesaian Sengketa Tanah Di Luar Pengadilan” mengacu pada Pasal 9 KUHAP dan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2002 dan Restorative Justice.
Sebab, pemidanaan membawa masalah lanjutan bagi keluarga pelaku kejahatan, Pemidanaan pelaku kejahatan tidak melegakan atau menyembuhkan korban, proses formal peradilan pidana terlalu lama, biaya mahal dan tidak pasti serta pemasyarakatan, sebagai kelanjutan pemidanaan, juga berpotensi tidak menyumbang apa-apa bagi masa depan narapidana dan tata hubungannya dengan korban, urai Kasubdit.
Penyelesaian Sengketa Tanah Di Luar Pengadilan dalam penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan Restorative Justice tersebut harus meliputi :
Tidak menimbulkan keresahan dan atau penolakan dari masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan, perdamaian dari kedua belah pihak yang dibuktikan dengan kesepakatan perdamaian dan ditanda tangani oleh para pihak, pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku : mengganti kerugian, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan atau mengganti kerusakan yang ditimbulkan akibat tindak pidana serta dibuktikan dengan surat pernyataan sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani oleh pihak korban, terang Rafael penerima penghargaan pin emas dari Kapolda Sumsel atas inovasi dibidang IT ini.
Hanya Slogan, Tim Satgas “Mafia Tanah” Jemput Bola
Seminar dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan solusi. Salah satu tamu dan undangan, Advokat Yusman Heri SH MH mengeluhkan dan menilai, sengketa tanah terjadi keterlibatan para oknum BPN. Yusman Heri meninta pihak Kementerian ATR/BPN RI harus menindak tegas para oknum dan
Tim Satgas “Mafia Tanah” menjemput bola, jangan hanya sebatas slogan saja. Sebab, menurut Yusman, sampai saat ini belum ada tindakan tegas dari Satgas “Mafia Tanah” khususnya di daerah kami Sumsel walau telah puluhan kali kami surati ajukan permohonan, tegas Yusman bernada menggebu.
Duduk Bersama BPN Klarifikasi Letak Objek Eigendom
Senada, Advokat Usman Firiansyah SH meminta pihak Kementerian ATR/BPN RI, Kanwil BPN Sumsel dan BPN Kota Palembang kita dapat duduk bersama untuk mengklarifikasi letak objek dari Eigendom 1209 E tertanggal (12/10/1914)”, katanya.
Karena lanjut Usman, “atas dasar surat Eigendom 1209 E ini “Mafia Tanah” merampas tanah klien kami dengan diduga memanfaatkan instrumen-instrumen para oknum Aparat Penegak Hukum (APH) Negara, oknum pejabat ATR/BPN, oknum Kepolisian, oknum Advokat nakal, oknum pengusaha atau pemodal dan oknum masyarakat serta pihak-pihak lainya dengan modus diduga melegalisasi hak atas tanah seolah-olah benar dan sah?”, beber Usman bernada bertanya.
Kepada Menteri ATR/BPN RI, Usman meminta, “mendesak agar dugaan pencurian dokumen negara harus tetap diproses hukum, tidak boleh dihentikan dengan alasan apapun juga, baik tindaklanjuti Laporan Polisi Nomor : LP-A/393/X/2014/Polda Sumsel maupun dugaan keterlibatan oknum pegawai ATR/BPN Kota Palembang” tegasnya.
Karena, menurut Usman, “tindak pidana ini adalah kejahatan terhadap negara, walaupun dokumen negara tersebut telah dikembalikan, namun, diduga kuat dokumen palsu. Sedangkan yang asli diduga diambil pelaku terduga Hantje sesuai dengan keterangan saksi Zulkarnaen dan kawan-kawan (dkk)”, ungkapnya.
Selain itu, terkait dugaan SHM palsu, berdasarkan surat keterangan BPN Kabupaten Banyuasin menyatakan, SHM Terlapor tidak terdaftar dan terverifikasi walau telah dilaporkan ke pihak Kepolisian bukan ditindaklanjuti, malah sebaliknya korban atau pelapor diduga diintimidasi dikatakan membuat keterangan atau laporan palsu. Usman meminta kepada pihak Kementerian ATR/BPN RI dan Kepolisian agar tetap menindaklanjutinya. Sebab, para “Mafia Tanah” diduga kuat para oknum BPN yang melibatkan diduga para oknum Aparat Penegak Hukum (APH).
Bahkan, SHM pun dapat dibatalkan oleh dinas kehutanan. Bila pemerintah, Kementerian ATR/BPN RI, Kanwil BPN Sumsel dan BPN Kota Palembang tidak dapat bertindak tegas dalam hal ini, pastinya berkembangbiaknya para “Mafia Tanah” yang berkolaborasi dengan para oknum pejabat pemerintah, APH dan para cukongnya menguasai tanah masyarakat. Maka sampai kiamat pun hal ini tidak dapat terselesaikan, tegas Usman.
Sengketa Tanah Pasti Akan Muncul Terus Seperti Penyakit
Sementara, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan (Kakanwil BPN Sumsel), Ir Kalvyn Andar Sembiring melalui Pejabat Administrator, Kepala Bidang (Kabid) III Kanwil BPN Sumsel, Makmur A Siboro mengatakan, “yang namanya sengketa tanah itu pastinya akan muncul terus seperti penyakit dan penyakit itu tidak dapat sembuh secara seketika”, katanya mengumpamakan.
“Kita harus mengetahui jenis sengketa tanah, bila hal kecil dapat kita selesaikan melalui upaya mediasi tanpa harus melalui upaya peradilan. Tapi bila sengketa tersebut tidak menyangkut tindak pidananya seperti : penipuan, penggelapan dan lainnya. Semua dapat diselesaikan”, ucapnya.
Mengantisipasi sengketa tanah, Makmur menghimbau, “pemilik tanah dapat menjaga tanahnya jangan dibiarkan dalam jangka waktu yang lama. Analoginya diibaratkan, bila istri kita tidak dijaga dengan baik dan ditinggalkan, tentunya ada celah dan peluang diambil orang lain”, selorohnya. Bila kita memiliki tanah, rawatlah jangan ditinggal, himbau Makmur.
Penyelesaian Konflik Tanah Utamakan Persuasif
Senada, Kapolda Sumsel, Irjen Pol A Rachmad Wibowo SIK MIK melalui Dirreskrimum Polda Sumsel, Kombes Pol Muh Anwar SIK SH mengatakan, “penyelesaian kasus konflik tanah haruslah mengutamakan cara persuasif dengan memberikan, win-win solution bagi semua pihak melalui mediasi atau diluar ranah pengadilan. Hal ini berdasarkan pertimbangan keadilan Restorative Justice bertujuan agar dapat diterima semua para pihak”, singkatnya.
Edison : “Peran Aktif Media Solusi Pemberantasan Mafia Tanah”
Terpisah, Ketua Panitia Pelaksana Seminar “Edukasi dan Solusi Penyelesaian Sengketa Tanah Di Luar Pengadilan” merangkap selaku pendiri Yapena, Ir Edison Nainggolan MM mengatakan, “Yapena didirikan oleh para wartawan senior media besar Nasional : Kompas, Tempo, Gatra dan lainya di Jakarta”, katanya.
“Kami para wartawan senior melihat adanya fenomena Sengketa Tanah yang proses hukumnya berlarut-larut hingga puluhan tahun tanpa kepastian hukumnya”. “Hal ini juga sesuai petunjuk Presiden RI untuk memberantas para “Mafia Tanah” maka Presiden menunjuk dan melantik Menteri ATR/BPN Republik Indonesia (RI), Marsekal TNI (Purn) Dr (HC) Hadi Tjahjanto SIP mantan Panglima TNI”.
“Dengan dilantiknya mantan Panglima TNI, kami menilai adanya hal yang baru buat masyarakat Indonesia khususnya Provinsi Sumsel yang menjadi korban sengketa tanah. Maraknya sengketa tanah ini, langkah pemerintah rencana akan adanya rancangan Undang-Undang (UU) baru untuk penyelesaian sengketa tanah di luar pengadilan dan akan di Undang-Undangkan”.
Melalui Seminar “Edukasi dan Solusi Penyelesaian Sengketa Tanah Di Luar Pengadilan” ini sebagai bentuk sosialisasi dan rintisan kami dengan melibatkan para pihak terkait proses penyelesaian sengketa tanah yang saat ini kami jembatani.
Edison menilai, “jumlah para tamu dan undangan cukup antusias dan membludak dengan membawa berbagai keluhan yang disampaikan yang bernada kesal dan emosi dalam seminar ini yang tentunya dapat membantu masyarakat”, harapnya.
“Sebab, tak bisa dipungkiri, faktanya, sengketa tanah adanya keterlibatan para oknum Aparat Penegak Hukum (APH) Negara, oknum pejabat ATR/BPN, oknum Kepolisian, oknum Kejaksaan oknum Advokat nakal, oknum Notaris, oknum pengusaha atau pemodal dan oknum masyarakat serta pihak-pihak lainya dengan modus diduga melegalisasi hak atas tanah seolah-olah benar dan sah?”, beber Edison, bernada bertanya.
Namun, hal ini pun dapat kita pilah-pilah, mana korban mana mafia, ada mafia mengaku korban, “maling teriak maling”, pesan Edison. Menurutnya, Menteri ATR/BPN Republik Indonesia (RI), Marsekal TNI (Purn) Dr (HC) Hadi Tjahjanto SIP membuka kesempatan yang seluas-luasnya termasuk kepada media, untuk membantu, menginvestigasi, menganalisa, meneliti, memediasi dan menjembatani serta mengungkap, guna mencerdaskan masyarakat dan wartawan, ungkap Edison.
Kedepan, seminar serupa akan kita adakan di Ujung Pandang dan daerah lainya yang akan kita agendakan sekitar 12 seminar. Sebelumnya telah kita adakan di Serang dan Semarang.
Sebenarnya banyak perangkat-perangkat yang terlibat dalam pemberantasan “mafia tanah” seperti yang disampaikan salah satu peserta tadi. Namun, sepertinya upayanya diibaratkan menabrak tembok, selorohnya.
Edison berharap, “solusi terakhir dalam pemberantasan mafia tanah peran aktif media sebagai pilar keempat demokrasi”, harapnya.
Namun, Edison berpesan, harus hati-hati melaksanakan peran selaku media. Sebab, kita sering terjebak, mana kawan, mana lawan. Ternyata dibiayai oleh mafia, bila perlu, kedepan kita ajukan pendidikan melalui BPN terkait pengetahuan teknis pertanahan, ungkapnya.
Sebaliknya, Edison mengakui, pihak BPN kurangnya pressing dan tindaklanjut terhadap “mafia tanah” pada proses aduan korban. Hal ini merupakan kesulitan bagi media. Belum viral, belum jalan, tegasnya.
Selain itu, tantangan media saat ini, walau oknum BPN telah dilaporkan, tapi proses hukum belum jalan juga. Padahal, para petinggi BPN dengan tegas menyatakan, kita perangi mafia tanah, oknum BPN terlibat kita pecat, keluhnya.
“Bila telah kita publikasikan ke tingkat Kementerian belum juga ada tindakkan tegas, kita mau gimana lagi, yaa..kita ngadu ke Tuhan saja”, selorohnya bernada pasrah.(yn).
No Responses