sumajaku.com

Mitra Pemerintah Penyampai Aspirasi Rakyat

example banner

Surat PHK, Komisaris Tidak Ada Kewenangan

Surat PHK, Komisaris Tidak Ada Kewenangan

Prof Dr Jhoni Emirzon SH MH

Palembang, sumajaku.com – AG melalui kuasa hukumnya Edy Kurniawan SH MH mengatakan, Idealnya, proses PHK melalui mekanisme Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI), tanpa mekanisme ini, pihak Bank tidak bisa langsung memberikan surat PHK sepihak begitu saja. Nantinya akan ketahuan, apakah klien “kami telah melakukan kesalahan atau tidak, yang layak untuk di PHK”.

Mirisnya, surat pemecatan PHK No. 081 / KPTS – BPRSS / X / 2017 yang diterima klien “saya ditandatangani  oleh staf khusus / ahli gubernur melalui terduga IGB Surya Negara, detournement de pouvoir (melampaui batas kewenangan) bukan oleh direksi Bank.
Surat PHK klien saya cacat hukum dan terkesan dipaksakan yang merujuk pasal 103 (1) PP No. 18 tahun 2016 tentang perangkat daerah jo lampiran huruf G permendagri no. 57 tahun 2007 tentang petunjuk teknis penataan organisasi perangkat daerah, dijelaskan tugas staf ahli hanya memberikan rekomendasi terhadap isu, telaahan mengenai masalah pemerintahan tidak boleh mengambil tufoksi dari perangkat daerah.
Hal ini juga dipertegas dalam pasal 98 (1) UU No. 40 tahun 2007 tentang peraeroan terbatas direksilah mewakili peraeroan, baik didalam maupun diluar pengadilan.
Menanggapi hal ini, Ahli Hukum Bisnis Universitas Sriwijaya (Unsri) palembang, Prof Dr Jhoni Emirzon SH MH mengatakan, Surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) itu ada dua, dikonfirmasi Minggu (14/10/2018). Surat PHK Formil dan Materil. Formil, mengenai berwenang tidaknya yang membuat keputusan itu. Sedangkan Materil alasan PHK. Kedua Surat PHK harus memenuhi unsurnya. Kalau untuk di Perseroan Terbatas (PT), dalam management kewenangan Direksi atas nama perusahaan, bukan kewenangan komisaris, kalaupun didelegasikan, dari Direksi ke Direktur Utama dan seterusnya. Komisaris tidak ada kewenangan, sebatas mengawasi dan mengetahui, katanya.
Surat PHK Materil, apa kesalahan atau pelanggaran karyawan, bila memenuhi unsur pelanggaran berat seperti mencuri atau penggelapan bisa diberhentikan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2016 Keputusan bersama tentang perburuhan. Sedangkan pelanggaran ringan seperti pelanggaran administrasi, ulasnya.
Proses PHK, bila karyawan melakukan pelanggaran atau kesalahan harus dilakukan pembuktian, surat peringatan (SP) dan diproses melalui Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) serta perburuhan. PHK ditempuh bila terjadi pelanggaran berat, tegasnya.
Disinggung apa beda proses PHK antara Bank swasta dan pemerintah? Menurutnya tidak ada perbedaan, semua mengacu pada Peraturan, Undang – Undang (UU) PT dan Perburuan serta Peraturan UU Perbankan. Tidak ada kaitanya dengan unsur pemerintahan. Hanya saja, bank pemerintah adanya aset daerah, jelasnya.
Dirinya menghimbau kepada para buruh agar memahami, hak, wewenang serta tanggung jawab perusahaan berdasarkan peraturan dan UU sebelum memutuskan bergabung di perusahaan itu, harapnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Kepatuhan BPR Sumsel Hendera mengatakan, intinya proses dari perselisihan hanya miscommunication saja, saat dikonfirmasi diruang rapat kantor BPR Sumsel di jalan Sudirman, Kamis (20/09/2018). Semua melalui proses, tidak seperti bank swasta bisa langsung selesai. Sedangkan kita bank pemerintah, katanya.
Intinya sudah clear, pagi tadi telah ada kesepakatan bersama dengan menandatangani Memorandum Of Understanding (MOU) sesuai dengan Undang – Undang (UU) Tenaga Kerja. Namun tidak serta merta harus selesai semua hari ini, karena semua melalui proses hingga adanya kesepakatan, lanjutnya.
Disoal Struktur Pemprov di BPR Sumsel selaku staf khusus, Hendera mengatakan, dalam Permendagri menyatakan, gubernur berhak memberikan delegasi kepada pejabat struktural mereka.
Menurutnya, berhubung belakangan ini terjadinya kekosongan pejabat, dari komisaris dan direksi sehingga dikembalikan kepada gubernur selaku pemilik saham (discracy).
Hal ini terjadi karena eks karyawan merasa haknya belum sepenuhnya terpenuhi, tukasnya.
Disinggung ketujuh eks karyawan sebelumnya terlebih dahulu terpenuhi haknya. Menurutnya, prosesnya berbeda – beda, lagian kita semua masih baru dan saat ini masih 3 dalam proses kasasi, terangnya.
Senada, Direktur Utama BPR Sumsel Marzuki membenarkan hal ini sudah clear, hanya miscommunication saja, maklum tahun politik, katanya.
Menurutnya, pada prinsipnya, perusahaan telah melakukan semua proses, sesuai dengan peraturan perusahaan. Pada peraturan sebelumnya, apabila karyawan keberatan untuk dimutasikan, masuk dalam kategori mangkir, ungkapnya.
Karena kita membutuhkan karyawan untuk ditempatkan di beberapa daerah, seperti Lahat dan Sekayu. Sedangkan disini jumlah karyawannya dinilai berlebihan. “Kita kesulitan mencari karyawan di daerah”, keluhnya.
Marzuki mengaku, memang belakangan ada beberapa hak eks karyawannya yang belum terpenuhi. “Saya tidak bisa memenuhi diluar ketentuan Undang – Undang”, tegasnya.
Pak Zuki sapaan akrabnya ini menambahkan, perusahaan bisa memberikan dibawah ketentuan Undang – Undang asal sepakat. Intinya merujuk ke UU, satu kata sepakat.(yn)

Loading

No Responses

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.