Palembang-SUMSEL, sumajaku.com – Praktik para “Mafia Tanah” sejak dahulu sudah ada yang melibatkan para oknum pejabat penerintah hingga Aparat Penegak Hukum (APH).
Sebab, Ketua DPRD Sumsel saat itu menilai
permohonan SHM Nomor : 2260/R Tahun 1978 diduga cacat hukum dan para Oknum-oknum di BPN Kotamadya Palembang diduga telah memaniupulir dan memanipulasi asal usul tanah sehingga merugikan dan menghilangkan hak orang lain.
Kabag Umum DPRD Provinsi Sumsel, Bagus dan Ketua DPRD Provinsi Sumsel Hj RA Anita Nuringhati SH MH belum berhasil dikonfirmasi media ini via WA nya Jumat (24/6/2022) sekitar Pukul 14.40 WIB.
Bahkan sebelumnya, media ini telah berusaha mengkonfirmasi pihak DPRD Provinsi Sumsel ini baik via WA dan melalui Ponselnya dengan nada “nomor yang anda tuju sedang tidak dapat menerima panggilan” pada (16/6/2022) sekitar Pukul 13.32 WIB, Pukul 13.34 WIB dan sekitar Pukul 13.36 WIB.
Dikutip dari surat permohonan Ketua DPRD Daerah Tingkat I Sumatera Selatan, H Zainal Abidin Ning (saat itu), para ahli waris Alm R Satar yang masih hidup sejak dahulu telah mengajukan permohonan bantuan untuk mengklirkan tanah hak milik Alm R Satar kepada pejabat pemerintah setempat yang tertuang dalam Surat Permohonan Nomor : 593.0/000673/DPRD/1990 pada 7 Juli 1990.
Berdasarkan data-data yang dimiliki dan telah disampaikan oleh para ahli waris Alm R Satar bahwa tanah yang terletak disamping RS Charitas di Kelurahan 20 Ilir Kecamatan Ilir Timur I (IT I) Palembang yang telah diterbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor : 2260/R pada Tahun 1978 atas nama M Mamora adalah tanah yang berasal dari tanah pemakaman para raja-raja Sultan Mahmud Badaruddin atau Pangeran Prabu Manggala berdasarkan GS Tahun 1985 yang telah dilampirkan menjadi kuasa ahli waris Alm R Satar.
Bahwa, dalam proses permohonan SHM sebelumnya, diduga atas permintaan Walikota Palembang saat itu yang tertuang dalam Surat Perintah Tugas Nomor : 80/STU/1990 pada 12 September 1990 dengan menugaskan tim untuk melakukan pemeriksaan di lapangan (objek tanah).
Akan tetapi, tim tersebut tidak pernah konsultasi dan koordinasi atau meminta penjelasan dari pihak para ahli waris Alm R Sattar.
Selain itu, permohonan SHM Nomor : 2260/R Tahun 1978 tersebut terdapat beberapa item yang diduga cacat hukum, diantaranya :
a. Tidak diumumkannya permohonan SHM atas nama M Mamora oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotamadya Palembang (saat itu) secara luas, baik kepada masyarakat kota Palembang maupun melalui media massa dan lainya.
b. Dalam Surat Permohonan, untuk mendapatkan hak milik, kepada Menteri Dalam Negeri dan Kepala Kantor ATR/BPN kota Palembang dalam suratnya pada 5 Mei 1977 menyatakan, diduga memanipulir lokasi objek tanah sebagaimana tertulis dalam huruf e (Lampiran ke II) menyatakan, bahwa tanah tersebut terletak diluar Kota Palembang. Padahal diketahui, sejak Indonesia Merdeka, RS Charitas dan sekitarnya berada di pusat Kota Palembang.
Berdasarkan data-data tersebut, dimohonkan untuk meninjau kembali SHM Nomor : 2360/R dan sekaligus dapat mengusut dan menindak para Oknum-oknum di BPN Kotamadya Palembang yang diduga telah memanipulasi asal usul tanah sehingga merugikan dan menghilangkan hak Alm R Sattar sebagai keluarga pahlawan Palembang yang wajib kita lindungi dan hargai, jelas Ketua DPRD Daerah Tingkat I Sumatera Selatan H Zainal Abidin Ning yang tertuang dalam suratnya yang ditujukan Kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan pada 18 Mei 1991.
Sebagai tembusan disampaikan juga ke Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Kepala BPN di Jakarta.
Diketahui, surat dari Ketua DPRD Provinsi Sumsel ini ditujukan kepada Gubernur Sumsel dan disposisikan ke Sekda Pemprov Sumsel H Radjab Semendawai SH (saat itu) yang menyatakan :
“Kepada Badan Pertanahan Kotamadya Palembang (Drs Pandu Siregar saat itu) untuk segera diteliti, dikomunikasikan dan dicek ke lapangan dengan Camat atau pihak instansi terkait. Hasilnya segera laporkan secepatnya”.
Namun, hingga saat ini diduga tidak dilaksanakan pihak BPN yang bertujuan diduga untuk memberikan celah bagi para “Mafia Tanah”.
Diberitakan sebelumnya,
Diduga BPN Berpihak Pada “Mafia Tanah”
Diduga pihak Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Kota Palembang berpihak pada “Mafia Tanah”.
Sebab, walaupun pihak BPN telah mengetahui warkah dokumen Negara dari hasil curian berupa surat Eigendom Verponding oleh terduga dua oknum pegawai ATR BPN kota Palembang yang diduga telah bekerjasama dalam tindak kejahatan secara bersama-sama dengan Terduga Hantje Bahtiar dan kawan-kawan yang digunakan sebagai dasar memenangkan perkara baik di Pengadilan Negeri (PN) Pengadilan Tinggi (PT) Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan putusan Mahkamah Agung (MA) demi untuk menguasai tanah milik orang lain. Hal ini diungkapkan Advokat Iwan Santosa SH selaku kuasa hukum Abdul Kadir Satar, Jumat (03/06/2022).
Didampingi Ruslan, karena, sebelumnya kami telah mengajukan surat permohonan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan tindak lanjut Laporan Polisi Nomor : LP/393-A/X/2014/SUMSEL ke pihak BPN dan pada (17/08/2015) klien kami telah mengajukan permohonan penerbitan SHM dengan mengajukan sporadik dan terbitlah peta bidang secara prosedur, lanjut Iwan.
Menanggapi surat jawaban BPN Kota Palembang Nomor 1218/16.71-MP.02/V/2022 tertanggal (27/5/2022) terhadap surat permohonan Kuasa Hukum Raden Satar agar BPN Kota Palembang menerbitkan sertifikat atas nama Raden Satar dan menindak lanjuti Laporan Polisi Nomor : LP/393-A/X/2014/SUMSEL adalah sebagai berikut :
Pada point 3, dalam surat balasan tersebut merujuk pada surat Nomor : 938/13-16.71/VIII/2016 dan berita acara paparan kasus Nomor : 102/BAHGK/DJ-UII/2016. Maka permohonan belum dapat ditindaklanjuti. Karena, kepemilikan tanah tersebut masih terdapat permasalahan dan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, urainya.
Yang menjadi pertanyaan kami selaku kuasa hukum Raden Satar, bahwa klien kami tidak pernah bersengketa dengan pihak manapun. Apalagi dengan Terduga Hanjte Bahtiar, pada saat ahli waris mengusahakan tanah tersebut selama 40 Tahun dengan sarang burung walet tiba-tiba Terduga Hanjte Bahtiar dibantu oknum pihak kepolisian memasuki tanah klien kami dan merebut tanah kilen kami tersebut.
Malah Klien kami korban dari para oknum sindikat “Mafia Tanah”, keluhnya.
Tanah Raden Satar direbut oleh “mafia tanah”(Terduga Hanjte Bahtiar cs ) berawal dari pencurian Eigendom 1209 yang terjadi pada 30 Oktober 2014 sekitar Pukul 12.00 WIB yang bertempat di kantor BPN Kota Palembang yang dilakukan oleh para Terduga Hantje Bahtiar, Ferry Haryadi, Hadi Wijaya SH dan Iskandar Burnawan, bebernya.
Atas kejadian tersebut pelaku dilaporkan oleh Kuasa Pelapor BPN Kota Palembang KAHARUDIN MS ke Polda Sumsel yang tertuang dalam laporan polisi Nomor : LP/393-A/X/2014/SUMSEL.
Dihadapan pihak BPN, perwakilan penyidik Polda Sumsel dan kami kuasa hukum serta pihak ahli waris, kuasa pelapor BPN Kaharudin menyatakan, “Terduga Hanjte Bahtiar tidak mempunyai alas hak kepemilikan tanah tersebut. Hanya berdasarkan surat keterangan ahli waris saja yang dibuat di Notaris”, ungkapnya.
Akan tetapi, hal tersebut tidak ditindak lanjuti oleh pihak Polda Sumsel dan menurut keterangan BPN Kota Palembang yang tertulis di surat jawaban nomor : 1218/16.71-MP.02/V/2022 tertanggal 27 Mei 2022 pada point 4 bahwa laporan polisi tersebut sudah di cabut.
Hal ini menandakan bahwa pihak BPN Kota Palembang secara resmi menjelaskan bahwa kejadian pencurian eigendom 1209 tersebut memang benar terjadi tetapi sudah dicabut oleh pihak BPN Kota Palembang.
Pemilik sah tanah tersebut merasa dirugikan sehingga Terduga HANTJE BAHTIAR bisa menguasai tanah Raden Satar yang hanya berbekal surat Eigendom hasil curian tersebut hingga diterbitkannya surat keputusan Mahkamah Agung Nomor 13/PDT/2016/PT.PLG, didalam surat keputusan tersebut jelas tertulis bahwa yang menjadi dasar adalah Eigendom 1209 dan Surat Keterangan Waris, ungkap salah satu ahli waris berinisial M ini.
Sementara, Kepala Kantor Pertanahan Kota Palembang, Norman Subowo ST MSi mengatakan, terkait hal ini adanya gugatan perdata perkara tanah antara Simamora dan Hantje di pengadilan, jadi perkaranya belum selesai katanya dikonfirmasi Jumat (3/6/2022).
Ditanya, apa hubungannya dengan kasus Raden? Ada hubungannya, sebab, suratnya telah dibatalkan, jawab Norman.
Disinggung, berapa nomor perkara yang dimaksud? Sangat disayangkan, Norman enggan menjawabnya dengan alasan tidak hafal dan tidak mengetahuinya, silahkan tanya teman-teman dibagian sengketa yang mengetahuinya, sarannya. Karena banyaknya perkara yang masuk, elaknya.
Disoal, siapa yang mencabut Laporan Polisi Nomor : LP/393-A/X/2014/SUMSEL? “Yaa..pelapor (Kaharudin red), sehari lapor langsung cabut, pengakuannya saat kami panggil”, singkat Norman.
Ditanya, apakah ada Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari kepolisian? “Saya tidak mengetahuinya, mungkin di pihak kepolisian”, jawab Norman.
Disinggung, adanya dugaan BPN Berpihak Pada “Mafia Tanah”? “Yaa.. silahkan saja, kita selalu berpegang teguh pada peraturan dan netral”, sebab, para pihak yang terkait dalam hal ini banyak, tidak hanya satu orang. Yang jelas, ada pemegang haknya berdasarkan putusan PTUN yang saat ini proses perdatanya sedang berlangsung dan belum putus perkaranya di pengadilan, terang Norman.
Terkait hal ini, sebelumnya kami belum mengetahuinya, langkah kami mengacu pada petunjuk Kanwil. Sebab, sebelumnya, penangannan perkara tersebut telah ditangani ditingkat pusat di kementerian dan telah diberikan rekomendasi ke Kanwil. Kita hanya sebatas meluruskan dan penyampaian saja, ucap Norman.
Disoal, apa rekomendasi dari pusat? Seperti surat balasan yang telah kami sampaikan, tuturnya. Menurut Norman, hal ini sudah banyak yang mengetahuinya dan banyak pula yang memaksakan kehendaknya, keluhnya.
Ditanya, apa sebab, didalam surat balasan, hanya tertulis nomor surat namun tidak dilampirkan? Ada dua jenis surat umum dan tak umum untuk publik, singkatnya.
Norman berharap, pihak terkait dan kami sendiri dapat taat pada peraturan dan tunduk pada hukum. Sebab, langkah sengketa di BPN ada dua, melalui mediasi dan hukum di pengadilan. Terkait hal ini juga, kita sedang menunggu hasil keputusan pengadilan. Bila telah adanya keputusan pengadilan, baru kami dapat mengambil kebijakan dan keputusan, tutupnya.(yn).
No Responses