Palembang – Sumsel, sumajaku.com- Diduga adanya konspirasi antara oknum manajemen PT Brikasa, oknum SPSI dan oknum Disnaker yang diduga menghambat hak kompensasi dan hak THR para buruh.
Penelusuran tim investigasi media ini diketahui, kebijakan manajemen PT Brikasa diduga tidak memberikan hak kompensasi dan hak THR para buruh pada tahun 2023 – 2024. Malah dipotong dari upah atau gaji para buruh untuk uang kompensasi dan THR masing-masing sebesar Rp.200,-(Dua ratus rupiah) per tonasenya.
Sistem pembayaran upah para buruh oleh manajemen PT Brikasa melalui rekening yang bersangkutan pada Bank yang ditunjuk oleh manajemen PT Brikasa. Diketahui, gaji dari perusahaan diserahkan kepada PD SPSI, SPSI memotong gaji para buruh untuk iuran keanggotaan SPSI, dari PD SPSI baru diserahkan kepada para buruh melalui transfer.
Manager PT Brikasa, Randika melalui Wakil Manager, Aries Bobi mengatakan, “itu sudah disepakati dalam Kontrak Kerja Waktu Tertentu (KKWT), Pasal 6, cara pembayaran upah, THR dan Kompensasi antara perusahaan dengan buruhnya”, katanya dikonfirmasi Jumat (31/01/2025).
Ditanya, Pertimbangan apa gaji para buruh dari PT Brikasa diserahkan kepada PD SPSI, SPSI memotong gaji para buruh untuk iuran keanggotaan SPSI, dari PD SPSI baru diserahkan kepada para buruh melalui transfer?
Aries enggan berkomentar banyak sembari mengatakan, “Maaf, itu bukan wewenang saya yang menjawabnya dan itu internal perusahaan”, singkat Aries.
Perusahaan yang bergerak dibidang jasa teknik dan distributor nasional ini akan memberikan THR 1 (satu) Bulan upah sebesar Rp.230, -/ton yang dihitung berdasarkan rata-rata hasil produksi selama masa kerja (rate Rp.230, -/ton x rata-rata hasil produksi selama masa kerja) yang akan dibayarkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.
Selain itu, pihak perusahaan yang berkantor dikawasan Jl. May Zen Kel. Sei Selayur Kec. Kalidoni Kota Palembang ini akan memberikan kompensasi sebesar 1 (satu) bulan upah sebesar Rp.230/ton yang dihitung berdasarkan rata-rata hasil produksi dan masa kerja (rate Rp. 230,-/ton x rata-rata hasil masa kerja) yang dibayarkan setelah perjanjian kedua belah pihak berakhir. Diketahui, THR dan kompensasi dipotong dari gaji (upah) untuk uang kompensasi dan THR masing-masing sebesar Rp.200,-(Dua ratus rupiah) per tonasenya. Hal ini tertuang dalam Kontrak Kerja Waktu Tertentu (KKWT), Pasal 6, cara pembayaran upah, THR dan Kompensasi.
Dinilai hak Normatif para buruh tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pasal 15 PP35 tahun 2021 tenang kompensasi dan THR. Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi. Diketahui dipotong dari upah.
Akibatnya, para buruh melalui SPSI mengajukan Permohonan Perundingan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Secara Bipartit kepada perusahaan dengan kesimpulan hasil perundingan: “Tidak Sepakat”.yang tertuang dalam Risalah pada (17/10/2024).
Lalu para buruh mengajukan Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial Kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang yang tertuang dalam Surat Permohonan Nomor : 02.SP.2024 pada (17/10/2024).
Merujuk pada Surat Permohonan Nomor : 01./PUK/BRIKASA/SPSI. Pencatatan (21/10/2024) yang diterima Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang. Kelengkapan persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku telah dipenuhi dan telah kami catat dengan Bukti Pencatatan Nomor : 381/Disnaker/2024 pada (20/11/2024) yang ditandatangani Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang, Rediyan Deddy Umrien SE MM yang tertuang dalam Tanda Bukti Pencatatan Nomor : 560/1655/Disnaker-III/XI/2024.
Diketahui, berawal pada tahun 2015 puluhan buruh bekerja di Pupuk NPK dengan menerima upah sebesar Rp.2.400,-/tonase tanpa potongan gaji (upah) dan mendapatkan uang kompensasi dan THR dari Koprasi Karyawan (Kopkar) milik perusahaan pelopor produsen pupuk urea di Indonesia. Namun tanpa fasilitas BPJS, baik BPJS kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini berlangsung hingga tahun 2022. Lalu para buruh meminta bantuan kepada PD SPSI, Abdullah Anang. Langkah PD SPSI ini melaporkan ke Disnaker Kota Palembang dan Disnaker Provinsi Sumatera Selatan bahkan ke Polda Sumsel. Alhasil fasilitas BPJS Ketenagakerjaan Buruh dipenuhi oleh pihak Kopkar saat itu yang tertuang dalam Surat Kesepakatan Bersama yang ditandatangani oleh Manager Kopkar DPM pada Rabu (16/02/2022).
Lalu, sistem Koprasi Karyawan (Kopkar) dialihkan ke Kontrak Kerja Waktu Tertentu (KKWT) PT Brikasa diduga tidak ideal dengan diduga tidak diberikan hak uang kompensasi dan Tunjangan Hari Raya (THR) hanya fasilitas BPJS saja walaupun semua fasilitas dijanjikan dipenuhi oleh perusahaan yang tertuang dalam Surat Kesepakatan sebelumnya. Walaupun telah dipotong dari gaji (upah) untuk uang kompensasi dan THR masing-masing sebesar Rp.200,-(Dua ratus rupiah) per tonasenya.
Ditanyakan ke pihak Perusahaan menyatakan, “Berhubung peralihan dari Kopkar ke PT Brikasa, kita jalani dulu selama 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan kedepannya akan dilakukan revisi atau Addendum”, janji HRS diduga pihak perusahaan yang didampingi diduga SND dan RLN diduga selaku Korlap pihak perusahaan PT Brikasa pada tahun 2022 berikut dihadiri Abdullah Anang diduga selaku PD SPSI.
Bahkan dalam pertemuan tersebut pihak perusahaan diduga mendesak salah satu perwakilan buruh untuk segera menandatangani kontrak kerja dan dianggap puluhan buruh turut menyetujuinya. Setelah menandatangani kontrak kerja, sampai sekarang menjelang kontrak habis tidak pernah dilakukan revisi kontrak kerja atau Addendum yang dijanjikan oleh pihak perusahaan.
Lalu dilakukan mediasi sebanyak 2 (dua) kali dengan alasan perusahaan mengaku menerima kontrak borongan dan merugi serta banyak nya karyawan (buruh red) hingga tidak sanggup membayar uang kompensasi dan THR. Kebijakan perusahaan hanya menaikkan nilai upah tonase saja, berawal Rp.2000,- (Dua ribu rupiah) dinaikkan menjadi Rp.2.300,- (Dua ribu tiga ratus rupiah). Naik Rp.300,- (Tiga ratus rupiah) sebagai solusinya.
Para buruh mengeluhkan, “Padahal buruh kontrak di Pupuk Urea semua mendapatkan kompensasi dan THR. Sedangkan buruh di Pupuk NPK tidak”, keluh para buruh. “Bila keberatan silahkan mundur (berhenti bekerja red)”, ketus salah satu manajer perusahaan diduga SND, pada mediasi September 2024. Diketahui, notulen mediasi tersebut hanya ditandatangani oleh pihak PD SPSI saja tanpa ditandatangani oleh pihak perusahaan Brikasa.
Langkah para buruh meminta bantuan solusi ke kantor PD SPSI, “Setelah menjalani kontrak kerja sekitar 3 (Tiga) hingga 6 (enam) bulan, PD SPSI, Abdullah Anang diduga menjanjikan akan melakukan gugatan hukum ke perusahaan”. Namun, hingga sekarang tidak ada langkah PD SPSI yang dijanjikan hanya untuk meredam langkah para buruh saja.
Lalu para buruh mengajukan permohonan mediasi ke Disnaker Kota Palembang, melalui salah satu petugas Disnaker mengatakan, “Akan mempelajari kontrak kerja nya terlebih dahulu dan SPSI para buruh belum lengkap, nama para buruh belum terdaftar dan diminta untuk dilengkapi terlebih dahulu dan telah dilengkapi pada Desember 2024. Ditanyakan kepada pihak Disnaker belum merespon proses permohonan para buruh melalui whatsapp nya pada Januari 2025.
Langkah pihak Disnaker Kota Palembang melalui salah satu petugasnya ISM diduga meminta para buruh menghadiri pertemuan mediasi di kantor PT Brikasa. Sesampainya di kantor PT Brikasa, ISM diduga meminta para buruh menunggu diluar kantor saja. Sedangkan ISM diduga masuk ke dalam kantor PT Brikasa. “Hasil pertemuan akan dikabarkan ke para buruh”, janji diduga ISM. Sampai sekarang tidak ada kabar dari diduga ISM. Diduga adanya persekongkolan antara pihak PT Brikasa, PD SPSI dan oknum Disnaker Kota Palembang guna untuk diduga menghambat hak-hak para buruh.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak terkait lainnya belum dapat dikonfirmasi.(tim*yn)
No Responses